A. PENGERTIAN
PPN atau
singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang
dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan
atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen dan konsumen.
Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan sewa-menyewa.
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali yang diatur lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud (hak cipta, merek dagang, paten, dll.
Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN, Contohnya: jasa konstruksi, jasa sewa ruangan, jasa konsultan, jasa perantara, dll.
Pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN merupakan kewajiban dari Produsen atau Pedagang yang disebut Pengusaha Kena Pajak (biasa disingkat PKP). Pengusaha Kena Pajak (disingkat PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak.
Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan sewa-menyewa.
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali yang diatur lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud (hak cipta, merek dagang, paten, dll.
Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN, Contohnya: jasa konstruksi, jasa sewa ruangan, jasa konsultan, jasa perantara, dll.
Pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN merupakan kewajiban dari Produsen atau Pedagang yang disebut Pengusaha Kena Pajak (biasa disingkat PKP). Pengusaha Kena Pajak (disingkat PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak.
Indonesia
menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum
utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No.
8 Tahun 1983
berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000,
dan Undang -Undang No. 42 Tahun 2009.
B. KARAKTERISTIK
1. Pajak Tidak Langsung
2. Pajak Objektif
3. PajakatasKonsumsiDalamNegeri
4. Bersifat Multi Satge Levy (dikenakan
pada setiap jalur distribusi barang / jasa)
5. Perhitungan dengan Indirect
Substraction Method (mengurangkan PPN yang dipungut penjualan atas
penyerahan barang/jasa dengan PPN yang dibayar kepada penjual lain atas
perolehan barang/jasa)
6. Tarif tunggal
C. SUBJEK PAJAK
Dalam
pengertian pajak objektif adalah konsumen yaitu selaku pihak yang memikul beban
pajak. Dalam pajak objektif kondisi subjektif konsumen tidak dipertimbangkan
untuk menentukan suatu peristiwa hukum terutang atau diwajibkan membayar pajak.
Siapapun konsumennya sepanjang peristiwa hukum tersebut merupakan objek pajak
maka terhadap konsumen tersebut diwajibkan membayar pajak yang sama.
Hal ini
berbeda dengan pajak subjektif, seperti Pajak
Penghasilan (PPh), yang kondisi subjektif pihak yang
memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pajak terutang.
Contohnya, tarif PPh bagi Orang Pribadi (OP) berbeda dengan PPh bagi Badan.
Demikian pula Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) OP yang menikah dan memiliki
tanggungan anak berbeda dengan OP yang belum menikah.
D. OBJEK PAJAK
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP
(BarangKenaPajak) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
b. Impor Barang Kena Pajak (BKP).
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak
(JKP) yang dilakukan didalam daerah pabean oleh pengusaha.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud
dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
e. Pemanfaatan JKP dari luar
daerah pabean didalam daerah pabean.
f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena
Pajak.
g. Ekspor BKP tidak berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak (UU PPN pasal 4 ayat (1))
h. Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena
Pajak (UU PPN pasal 4 ayat (1))
E.
MEKANISME PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI
1. Mekanisme Pajak Pertambahan
Nilai yang bersifat umum:
a) Setiap Pengusaha Kena Pajak
(PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP)
diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak yang terutang. Pajak yang
dipungut dinamakan Pajak Keluaran / PK (Output Tax). Hal ini sesuai dengan
basis akrual (Accrual Bassis) yang digunakan oleh UU PPN 1984.
b) Pada saat Penguasaha Kena
Pajak tersebut diatas membeli Barang Kena Pajak atau menerima Jasa Kena Pajak
dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga membayar pajak yang terutang, yang
dinamakan Pajak Masukan / PM (Input Tax)
c) Pada akhir masa Pajak, Pajak
masukan tersebut dikreditkan dengan pajak keluaran sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari pada jumlah Pajak
Masukan, maka kekuranganya dibayar ke kas negara selambat-lambatnya akhir bulan
berikutnya. (PK > PM = Kurang Bayar)
d) Apabila Jumlah Pajak Masukan
lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka kelebihan pembayaran pajak masukan
ini dapat dikompensasikan dengan utang pajak dalam masa pajak berikutnya atau
diminta kembali (restitusi). (PM > PK
= Lebih Bayar)
e) Pada akhir masa pajak, Setiap
Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan pemungutan dan pembayaran Pajak yang
terutang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat,
selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya.
2. Mekanisme Pajak Pertambahan
Nilai yang bersifat khusus:
Mekanisme ini diatur dalam
Pasal 16A UU PPN Tahun 1984, sebagai berikut:
a) Instansi pemerintah, badan
atau orang yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN.
b) Pengusaha Kena Pajak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pemungut PPN, wajib
membuat Faktur Pajak.
c) Pada saat pemungut pajak
tersebut melakukan pembayaran Harga Jual atau penggantian, “memungut” pajak
yang terutang, kemudiaan menyetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP) atas nama Pengusaha Kena Pajak tersebut pada butir (b) dan melaporkan
kepada KPP setempat.
d) SSP tersebut pada butir (c)
kemudiaan diserahkan kepada Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan
F. TARIF
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Undang-undang
PPN 1984 menerapkan single
rate atau tarif tunggal dalam menghitung PPN terutang. Besarnya
tarif ini adalah 10%. Dengan tarif tunggal ini maka semua BKP dan JKP akan
dikenakan tarif yang sama yaitu 10%, tanpa melihat jenis barang atau jasanya.
Dengan pengenaan tarif tunggal ini, PPN menegaskan dirinya bersifat netral dari
persaingan dunia bisnis.
Namun
demikian, PPN juga memilki tarif lain yaitu tarif 0%. Tarif ini dikenakan
khusus untuk objek PPN berupa ekspor BKP, ekspor JKP dan ekspor BKP tidak
berwujud. Pengenaan tarif 0% ini dimaksudkan agar PKP yang melakukan ekspor
dapat meminta kembali unsur PPN yang terdapat dalam BKP atau JKP yang
diekspornya sehingga harga barang atau jasa tersebut tidak mengandung unsur
PPN. Hal ini sesuai dengan ciri PPN yang merupakan pajak atas konsumsi di dalam
negeri.
Besarnya
tarif PPN yang 10% di atas bisa saja diubah oleh Pemerintah setelah
dikonsultasikan dengan DPR. Adapun besarnya tarif PPN setelah perubahan adalah
paling tinggi 15% dan paling rendah 5%. Kenaikan atau penurunan tarif 10% ini
berdasarkan pertimbangan perkembangan perekonomian Indonesia misalnya sehingga
tarif PPN bisa diturunkan. Pertimbangan lain juga misalnya jika Pemerintah
membutuhkan penerimaan pajak yang besar sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.
Namun
demikian, sejak berlakunya PPN sampai sekarang, belum pernah terjadi Pemerintah
menaikkan atau menurunkan tarif PPN.
G.
DASAR PENGENAAN PAJAK
Terdapat lima jenis Dasar
Pengenaan Pajak, yaitu Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, Nilai Impor, dan
Nilai Lain.
· Harga Jual
Definisi
Harga Jual berdasarkan Pasal 1 UU PPN 1984 adalah nilai berupa uang, termasuk
semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan
Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut
Undang-undang PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Dengan
demikian, termasuk dalam Harga Jual adalah semua biaya di dalamnya seperti
biaya pengangkutan, biaya asuransi atau biaya lain yang diminta oleh penjual.
PPN sendiri tidak termasuk dalam unsur harga jual, namun PPnBM, jika ada, dapat
termasuk dalam Harga Jual. Potongan harga tidak termasuk dalam Harga Jual jika
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Yang
harus diperhatikan di sini adalah bahwa DPP berupa harga jual diterapkan untuk
objek PPN berupa penyerahan Barang Kena Pajak (baik berwujud maupun tidak
berwujud) di dalam daerah pabean.
· Penggantian
Dalam
Pasal 1 angka 19 UU PPN 1984, ditegaskan bahwa Penggantian adalah nilai berupa
uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha
karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut menurut Undang-Undang PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar
oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima
manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Perhatikan
bahwa DPP berupa Penggantian diterapkan untuk objek PPN berupa:
Ø Penyerahan
JKP di dalam daerah pabean;
Ø Ekspor JKP;
Ø Ekspor BKP
tidak berwujud;
Ø Pemanfaatan
JKP dari luar daerah pabean; dan
Ø Pemanfaatan
BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean.
· Nilai Impor
Nilai
Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang dipungut
menurut Undang-Undang ini.
Dengan
demikian Nilai Impor adalah CIF + Bea Masuk.
Nilai
Impor = Cost, Insurance & Freight (CIF) + Bea Masuk
DPP
berupa Nilai Impor ini hanya diterapkan untuk objek PPN berupa impor Barang
Kena Pajak (BKP)
· Nilai Ekspor
DPP
berupa nilai ekspor diterapkan untuk objek PPN berupa ekspor Barang Kena Pajak.
Definisi Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya
yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
· Nilai Lain
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
berupa Nilai lain diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan.
Pengaturan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan ini dimaksudkan untuk menjamin
rasa keadilan dalam hal Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor dan Nilai Impor
sulit untuk diterapkan. Penggunaan Nilai Lain sebagai DPP yang diatur oleh
Menteri Keuangan juga untuk menjamin rasa keadilan dalam hal penyerahan BKP
yang dibutuhkan masyarakat banyak seperti air minum dan listrik. Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur Nilai Lain ini adalah Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.11/2011 tentang Nilai Lain Sebagai
Dasar Pengenaan Pajak Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari
Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean Berupa Film Cerita Impor Dan
Penyerahan Film Cerita Impor, Serta Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 Atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor.
REFERENSI :
1. Modul Panduan Praktikum Perpajakan PTA 2014/2015.Laboratorium
Akuntansi Lanjut B.Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar