Minggu, 11 Januari 2015

TULISAN 11 BAHASA INDONESIA 2 : PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)



A.   PENGERTIAN

PPN atau singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen dan konsumen.

Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan sewa-menyewa.

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak kecuali yang diatur lain oleh Undang-Undang Nomor PPN itu sendiri. Barang Kena Pajak tersebut terdiri dari barang berwujud (bergerak dan tidak bergerak) dan barang tidak berwujud (hak cipta, merek dagang, paten, dll.

Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN, Contohnya: jasa konstruksi, jasa sewa ruangan, jasa konsultan, jasa perantara, dll.

Pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN merupakan kewajiban dari Produsen atau Pedagang yang disebut Pengusaha Kena Pajak (biasa disingkat PKP). Pengusaha Kena Pajak (disingkat PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang -Undang No. 42 Tahun 2009.

B.   KARAKTERISTIK
1.    Pajak Tidak Langsung

2.    Pajak Objektif

3.    PajakatasKonsumsiDalamNegeri

4.    Bersifat Multi Satge Levy (dikenakan pada setiap jalur distribusi barang / jasa)

5.    Perhitungan dengan Indirect Substraction Method (mengurangkan PPN yang dipungut penjualan atas penyerahan barang/jasa dengan PPN yang dibayar kepada penjual lain atas perolehan barang/jasa)

6. Tarif tunggal


C.   SUBJEK PAJAK
Dalam pengertian pajak objektif adalah konsumen yaitu selaku pihak yang memikul beban pajak. Dalam pajak objektif kondisi subjektif konsumen tidak dipertimbangkan untuk menentukan suatu peristiwa hukum terutang atau diwajibkan membayar pajak. Siapapun konsumennya sepanjang peristiwa hukum tersebut merupakan objek pajak maka terhadap konsumen tersebut diwajibkan membayar pajak yang sama.
Hal ini berbeda dengan pajak subjektif, seperti Pajak Penghasilan (PPh), yang kondisi subjektif pihak yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pajak terutang. Contohnya, tarif PPh bagi Orang Pribadi (OP) berbeda dengan PPh bagi Badan. Demikian pula Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) OP yang menikah dan memiliki tanggungan anak berbeda dengan OP yang belum menikah.
D.   OBJEK PAJAK
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas:

a.    Penyerahan BKP (BarangKenaPajak) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

b.    Impor Barang Kena Pajak (BKP).

c.     Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan didalam daerah pabean oleh pengusaha.

d.    Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.

e.    Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.

f.     Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak.

g.    Ekspor BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (UU PPN pasal 4 ayat (1))

h.    Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak (UU PPN pasal 4 ayat (1))


E.   MEKANISME PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

1.    Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat umum:

a)    Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak yang terutang. Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran / PK (Output Tax). Hal ini sesuai dengan basis akrual (Accrual Bassis) yang digunakan oleh UU PPN 1984.

b)    Pada saat Penguasaha Kena Pajak tersebut diatas membeli Barang Kena Pajak atau menerima Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan / PM (Input Tax)

c)    Pada akhir masa Pajak, Pajak masukan tersebut dikreditkan dengan pajak keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari pada jumlah Pajak Masukan, maka kekuranganya dibayar ke kas negara selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya. (PK > PM = Kurang Bayar)

d)    Apabila Jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka kelebihan pembayaran pajak masukan ini dapat dikompensasikan dengan utang pajak dalam masa pajak berikutnya atau diminta kembali (restitusi).  (PM > PK = Lebih Bayar)

e)    Pada akhir masa pajak, Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan pemungutan dan pembayaran Pajak yang terutang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat, selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya.

2. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat khusus:

Mekanisme ini diatur dalam Pasal 16A UU PPN Tahun 1984, sebagai berikut:

a)    Instansi pemerintah, badan atau orang yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN.

b)    Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pemungut PPN, wajib membuat Faktur Pajak.

c)    Pada saat pemungut pajak tersebut melakukan pembayaran Harga Jual atau penggantian, “memungut” pajak yang terutang, kemudiaan menyetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama Pengusaha Kena Pajak tersebut pada butir (b) dan melaporkan kepada KPP setempat.

d)    SSP tersebut pada butir (c) kemudiaan diserahkan kepada Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan


F.   TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Undang-undang PPN 1984 menerapkan single rate atau tarif tunggal dalam menghitung PPN terutang. Besarnya tarif ini adalah 10%. Dengan tarif tunggal ini maka semua BKP dan JKP akan dikenakan tarif yang sama yaitu 10%, tanpa melihat jenis barang atau jasanya. Dengan pengenaan tarif tunggal ini, PPN menegaskan dirinya bersifat netral dari persaingan dunia bisnis.
Namun demikian, PPN juga memilki tarif lain yaitu tarif 0%. Tarif ini dikenakan khusus untuk objek PPN berupa ekspor BKP, ekspor JKP dan ekspor BKP tidak berwujud. Pengenaan tarif 0% ini dimaksudkan agar PKP yang melakukan ekspor dapat meminta kembali unsur PPN yang terdapat dalam BKP atau JKP yang diekspornya sehingga harga barang atau jasa tersebut tidak mengandung unsur PPN. Hal ini sesuai dengan ciri PPN yang merupakan pajak atas konsumsi di dalam negeri.
Besarnya tarif PPN yang 10% di atas bisa saja diubah oleh Pemerintah setelah dikonsultasikan dengan DPR. Adapun besarnya tarif PPN setelah perubahan adalah paling tinggi 15% dan paling rendah 5%. Kenaikan atau penurunan tarif 10% ini berdasarkan pertimbangan perkembangan perekonomian Indonesia misalnya sehingga tarif PPN bisa diturunkan. Pertimbangan lain juga misalnya jika Pemerintah membutuhkan penerimaan pajak yang besar sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.
Namun demikian, sejak berlakunya PPN sampai sekarang, belum pernah terjadi Pemerintah menaikkan atau menurunkan tarif PPN.

G.   DASAR PENGENAAN PAJAK

Terdapat lima jenis Dasar Pengenaan Pajak, yaitu Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, Nilai Impor, dan Nilai Lain.

·         Harga Jual

Definisi Harga Jual berdasarkan Pasal 1 UU PPN 1984 adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Dengan demikian, termasuk dalam Harga Jual adalah semua biaya di dalamnya seperti biaya pengangkutan, biaya asuransi atau biaya lain yang diminta oleh penjual. PPN sendiri tidak termasuk dalam unsur harga jual, namun PPnBM, jika ada, dapat termasuk dalam Harga Jual. Potongan harga tidak termasuk dalam Harga Jual jika dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Yang harus diperhatikan di sini adalah bahwa DPP berupa harga jual diterapkan untuk objek PPN berupa penyerahan Barang Kena Pajak (baik berwujud maupun tidak berwujud) di dalam daerah pabean.

·         Penggantian

Dalam Pasal 1 angka 19 UU PPN 1984, ditegaskan bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Perhatikan bahwa DPP berupa Penggantian diterapkan untuk objek PPN berupa:
Ø  Penyerahan JKP di dalam daerah pabean;
Ø  Ekspor JKP;
Ø  Ekspor BKP tidak berwujud;
Ø  Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean; dan
Ø  Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean.

·         Nilai Impor

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-Undang ini. 

Dasar penghitungan bea masuk adalah Nilai CIF (Cost, Insurance & Freght)  yaitu harga plus asuransi plus ongkos angkut. 
 
Dengan demikian Nilai Impor adalah CIF + Bea Masuk.
Nilai Impor = Cost, Insurance & Freight (CIF) + Bea Masuk
DPP berupa Nilai Impor ini hanya diterapkan untuk objek PPN berupa impor Barang Kena Pajak (BKP)

·         Nilai Ekspor

DPP berupa nilai ekspor diterapkan untuk objek PPN berupa ekspor Barang Kena Pajak. Definisi Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

·         Nilai Lain

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa Nilai lain diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan. Pengaturan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan ini dimaksudkan untuk menjamin rasa keadilan dalam hal Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor dan Nilai Impor sulit untuk diterapkan. Penggunaan Nilai Lain sebagai DPP yang diatur oleh Menteri Keuangan juga untuk menjamin rasa keadilan dalam hal penyerahan BKP yang dibutuhkan masyarakat banyak seperti air minum dan listrik. Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur Nilai Lain ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.11/2011 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah  Pabean Berupa Film Cerita Impor Dan Penyerahan Film Cerita Impor,  Serta Dasar Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22  Atas Kegiatan Impor Film Cerita Impor.

REFERENSI :

1.       Modul Panduan Praktikum Perpajakan PTA 2014/2015.Laboratorium Akuntansi Lanjut B.Universitas Gunadarma



Tidak ada komentar:

Posting Komentar